Belakangan ini isu sengekata adat dan dualisme kepemimpinan di Yang Dipertuan Kinali mulai memanas.
Badan Legislasi DPR RI bersama Pemerintah pada Kamis (19/7) melakukan pembahasan Rancangan Undang - Undang tentang masyarakat hukum adat.
Surat keputusan tentang pengakuan Kearifan Lokal Masyarakat Hukum Adat To Cerekeng, yang beberapa hari lalu ditanda tangani oleh Bupati Luwu Timur.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ali Taher menjelaskan, setiap orang berhak atas perlindungan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 juga mengamanatkan adanya pengakuan dan penghormatan terhadap hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria.
KKP terus berkomitmen dan melanjutkan program perlindungan dan penguatan MHA, guna mencapai MHA di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang kuat, sejahtera, dan mandiri .
Demokrasi kita impor dari luar. Kami ingin kita berdemokrasi dengan falsafah Pancasila yang mengedepankan musyawarah, gotong-royong dan toleransi. Apakah sistem demokrasi bangsa kita bisa dikoreksi, sehingga kami yang menjaga marwah budaya ini bisa menghadang perpecahan.
Saya ingin katakan begini, problem utama kenapa ini tidak disahkan, karena ada narasi negatif yang selalu mendiskreditkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat ini untuk bisa disahkan. Apa yang paling menjadi ketakutan? Vish a vish undang-undang ini dengan pembangunan dan investasi atau konkrit manivesnya, korporasi-korporasi besar.
Pendekatan antropologi perlu ditekankan dalam pembahasan RUU MHA. Bagaimana pola penerapan hukum adat akan diberlakukan, hingga penyelesaian konflik-konflik terkait masyarakat ada, penting menggunakan pendekatan antropologi.
Perlu aturan yang mendukung mereka agar mampu mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan dalam melestarikan peninggalan bersejarah Nusantara.